Wednesday, January 6, 2021

Mengefektifkan Dana Desa 2021

Penggunaan dana mikro selevel individu dan keluarga sudah dipraktikkan pada 2020. Tahun lalu, untuk pertama kali tercatat pemanfaatan langsung Dana Desa 42 juta warga terbawah di desa.

Warsa baru 2021 membungakan optimisme desa. Andaipun pandemi belum usai, pengelolaannya teruji setahun lalu. Jika vaksinasi sukses memadamkan pandemi, rancangan pengefektifan dana desa telah tersusun.

Dua tahapan berkelindan dalam mengefektifkan dana desa, yaitu mempercepat penyaluran dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas desa (RKD), dan menyegerakan pemanfaatannya bagi sebagian besar warga desa, terutama golongan terbawah.

Presiden Jokowi mereformasi penyaluran dana desa sejak 11 Desember 2019. Penyaluran dimajukan dari April ke Januari. Dana dari RKUN langsung masuk RKD, tak lagi diparkir di rekening kas umum daerah (RKUD). Persentase penyaluran dana dibalik, bukan lagi 20 persen penyaluran pertama, lalu 40 persen penyaluran kedua dan ketiga, melainkan formasinya berbalik menjadi 40:40:20.

Hasilnya, sampai 30 Desember 2020, dana desa tersalur 99,95 persen atau Rp 71,1 triliun. Karena pelaporan penggunaan dana desa ditoleransi hingga Maret 2020, diperkirakan serapan tertinggi bakal berimpit 99,99 persen.

Untuk 2021, Permenkeu No 222/2020 memastikan penyaluran dana desa sama dengan tahun sebelumnya. Bahkan, desa-desa mandiri sesuai kriteria Kemendesa PDTT langsung dapat 60 persen pencairan pertama, diikuti 40 persen pencairan kedua. Sebanyak 1.742 desa mandiri bakal menikmati awal 2021 ini.

Tahun lalu, dana desa pertama kali cair 30 Januari 2020, pada 193 desa di Madiun. Dalam perjalanannya, sumber perlambatan utama muncul dari sisi pemda: lambat mengesahkan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) dari desa-desa di wilayahnya, lambat mengesahkan peraturan bupati tentang pengalokasian dana ke desa-desa, lambat menyerahkan surat kuasa pemindahbukuan ke RKD.

Lambatnya pengesahan APBDes acap kali akibat aparat pemda memasukkan program prioritas pemda ke APBDes untuk dibiayai dana desa, sementara peraturan Menteri Desa PDTT melarangnya, atau musyawarah desa tak menyisakan ruang ini. Demi mempercepat penyaluran dana desa 2021, Kemendesa PDTT mencatat perkembangan harian atas masalah ini, diikuti koordinasi kontinu dengan pemda. Terbuka pula opsi koordinasi empat pihak: Kemendesa PDTT, Kemendagri, Kemenkeu, dan pemda.

Selama ini, Kemenkeu menetapkan pengalokasikan dana desa hanya sampai kabupaten/kota. Kemudian bupati/wali kota harus membuat peraturan pengalokasian ke desa-desa di wilayahnya. Tiap akhir tahun sebelumnya, penyusunan substansi peraturan kepala daerah sudah dilatihkan Kemenkeu ke semua pemda sehingga praktis batang tubuh hingga lampiran peraturan telah siap.

Karena Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 mengamanatkan dana desa tergolong transfer ke daerah, dibutuhkan surat kuasa pemindahbukuan dana desa dari RKUD ke RKD, sekalipun kenyataannya dana desa tak pernah mampir ke RKUD lagi.

Pada Januari 2021, praktis draf peraturan kepala daerah dan selembar kuasa pemindahbukuan tinggal ditandatangani bupati/wali kota. Bahwa tahun lalu masih ada pelambatan, terutama berkaitan dengan politik lokal seperti pilkada, atau permasalahan hukum kepala daerah, Kemenkeu telah melakukan pelonggaran di daerah-daerah tertentu agar legal ditandatangani pejabat di bawahnya.

Demi memperlancar penyaluran dana desa mulai Januari 2021, perlu dibuka peluang talangan atau pinjaman dana desa langsung ke RKD, sesuai dengan pagu tiap desa. Dananya menggunakan pagu tiap kabupaten/kota. Nanti setelah peraturan dan surat kuasa kepala daerah terbit, jumlah penyaluran kedua dan ketiga bisa disesuaikan, sebab pagu dana desa telah disampaikan semua pemda ke setiap desa pada Desember 2020 sehingga desa-desa bisa menyelesaikan APBDes 2021.

Pemanfaatan dana desa

Percepatan penyaluran dana desa mulai Januari 2021 sangat menguntungkan daerah. Penyaluran yang cepat otomatis memperlancar pemanfaatannya bagi warga, termasuk segera membuka lapangan kerja baru guna mengikis jumlah penganggur, dan menambah uang beredar ke tengah masyarakat untuk mengurangi kemiskinan.

Selama ini BPS senantiasa mengukur hasil pembangunan daerah tiap Februari dan Maret. Jika padat karya tunai desa berhasil digerakkan mulai Januari 2021, pasti Survei Angkatan Kerja Nasional pada Februari 2021 mencatat sumbangan penurunan penganggur di daerah, terutama dari desa. Setelah itu, Survei Sosial dan Ekonomi Nasional pada Maret 2021 bakal mengukir hasil pengurangan kemiskinan daerah, yang juga disumbang desa.

Pada titik inilah terwujud kaidah: membangun yang diukur, dan mengukur yang dibangun. Bahkan, pada 2021 mulai dijalankan kompilasi data mikro pada level 74.953 desa, 750.000-an rukun tetangga, 31 jutaan keluarga, dan 118 juta individu di desa. Seluruhnya diarahkan untuk mencapai 18 tujuan SDGs Desa, di mana analisis data mulai Juni 2021 bakal menghasilkan rekomendasi yang khas bagi tiap-tiap desa.

Penggunaan dana mikro selevel individu dan keluarga sudah dipraktikkan pada 2020. Tahun lalu, untuk pertama kali tercatat pemanfaat langsung DD 42 juta warga terbawah di desa. Sebanyak 36 persen mereka golongan miskin, penganggur, keluarga yang memiliki anggota sakit menahun, dan pemanfaat ruang isolasi Covid-19.

Sistem informasi desa yang terintegrasi ke seluruh desa itu (http://sid.kemendesa.go.id) kini mencatat dan menginformasikan perencanaan, pelaksanaan, hasil, serta rekomendasi pembangunan desa lebih lanjut. Tujuannya, menjaga efektivitas penggunaan dana desa bagi kepentingan warga, sesuai dengan Permen Desa PDTT No 13/2020.

(Ivanovich Agusta, Sosiolog Perdesaan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi)

Editor:   YOHANES KRISNAWAN

Sumber: Kompas, 4 Januari 2021

No comments:

Post a Comment