Wednesday, February 27, 2019

BUMDes Beras, Asa Kesejahteraan Petani

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI--Desa Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur mengembangkan badan usaha milik desa (BUMDes) beras. BUMDes beras tersebut membeli gabah petani dengan harga layak dan memasarkan dengan merek Dadi Wareg, Jumat (8/2/2019)..

Pertanian identik dengan kemelaratan dan ketidakberdayaan. Namun, petani di Desa Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, mencoba menepis hal itu dengan membentuk badan usaha milik desa beras.

Potensi pertanian padi di Desa Purwodadi tergolong cukup baik. Luas lahan padi di sana 125 hektar (ha), dengan jumlah petani padi 120 orang. Adapun jumlah penduduk desa itu 5.725 orang, sebagian bekerja sebagai pedagang, pekerja pabrik, petani, dan pegawai negeri sipil.


Pola penjualan hasil pertanian padi di Desa Purwodadi selama ini masih tradisional. Saat siap panen, petani akan menyerahkannya kepada tengkulak untuk menebas atau membeli sebelum dipanen. Tidak ada hitungan hasil panen per kilogram. Yang ada, tengkulak seenaknya menentukan harga beli dan petani hanya bisa pasrah.

Tengkulak rata-rata membeli gabah petani dengan harga Rp 25 juta per hektar. Tidak pernah ada hitungan berapa hasil produksi setiap hektarnya.

Melihat realita itu, Pemerintah Desa Purwodadi bersama pegiat desa setempat mencari solusi. Pada September 2018, dibentuklah BUMDes beras dengan nama Adi Karya Dadi Mulyo.

”BUMDes beras ini dibentuk tujuannya adalah membeli gabah petani dengan hitungan per kg. BUMDes lalu mengolah dan kemudian menjual beras dengan merek Dadi Wareg,” kata Kepala Desa Purwodadi Mulyono, Sabtu (9/2/2019).

Saat itu BUMdes dibuat dengan penyertaan modal dari dana desa sebesar Rp 25 juta. Ditambah penyertaan modal dari pihak ketiga Rp 75 juta, modal yang dikantongi BUMDes Rp 100 juta. Pembelian gabah petani dimulai pada Oktober 2018.

Setelah BUMDes beras terbentuk, gabah milik petani dibeli dengan hitungan per kg, sesuai harga yang ada saat itu. Hasilnya, dalam satu hektar lahan, petani bisa mendapat hasil Rp 30 juta. Ada kenaikan pendapatan petani berkisar 20-30 persen dibandingkan dengan saat ditebas oleh tengkulak.

Harga pasar
Harga gabah di tingkat petani naik turun sesuai musim dan menyesuaikan harga pasar. Namun, rentang harga gabah dari BUMDes berkisar Rp 4.500 -Rp 4900 per kg.

Awalnya, hanya seorang petani yang mau menjual hasil panennya pada BUMDes. Itu pun merupakan perangkat desa. Berikutnya, petani yang menjual hasil panennya ke BUMDes bertambah. Hingga Desember 2018, ada enam petani yang merasakan manfaat dan keuntungan BUMDes.

Total beras yang dihasilkan BUMDes pada Desember 2018 mencapai 10 ton dan sudah laku terjual pada pembeli. Pembelinya selain masyarakat umum juga rumah makan di desa tersebut. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan bulan-bulan berikutnya, rumah makan di sana sudah memesan beras 2 ton per bulan.

”Awalnya petani mengira kami sama saja dengan tengkulak. Namun, begitu kami membeli gabah mereka per kilogram, mereka akhirnya bersemangat menjual ke kami. Panen Maret mendatang sudah ada 10 petani lagi mau menjual panen ke kami,” kata Djaelani Sutomo (63), Ketua BUMDes Adi Karya Dadi Mulyo.

Djaelani mengatakan, pola tebas selama ini menjadikan petani sama sekali tidak tahu produktivitas lahan. Akibatnya, mereka bekerja dengan apa adanya. Sebab, meski hasilnya bagus, penghasilan mereka tidak kunjung bertambah.

”Dengan pembelian gabah oleh BUMDes, petani setidaknya tahu produktivitas mereka. Dengan demikian, mereka ada semangat bekerja lebih baik lagi agar pada panen berikutnya jumlah panen meningkat,” kata Djaelani yang juga pensiunan pegawai Pertamina tersebut.

Selama ini jika dirata-rata, produktivitas lahan sawah di Desa Purwodadi hanya 5 ton sekali panen. Padahal, menurut Djaelani, potensi lahan dengan pengairan yang baik di sana seharusnya bisa mencapai 7-8 ton per hektar.

Dengan memberikan harga beli yang baik, petani padi Desa Purwodadi akan semakin bersemangat mengolah lahan. Mereka tentu ingin menghasilkan panen lebih baik dari waktu ke waktu agar pendapatan juga terus meningkat.

Meski BUMDes Adi Karya Dadi Mulyo belum genap berusia setahun, prospek usahanya terbilang baik. Mereka sudah memiliki pelanggan tetap dan sedang menjalin negosiasi dengan minimarket untuk memasarkan beras Dadi Wareg melalui pasar modern.

Saat ini, beras Dadi Wareg yang memiliki kualitas bagus juga dinikmati oleh penerima Program Keluarga Harapan (PKH) di desa itu. ”Rakyat kecil kini sudah menikmati beras enak. Bukan beras jatah dari pemerintah yang kadang kualitasnya tidak begitu baik,” kata Djaelani.

Usaha BUMDes Adi Karya Dadi Mulyo juga sudah mendatangkan keuntungan. Pada akhir 2018, BUMDes untung Rp 5 juta. ”Memang masih kecil. Namun, nilai lebihnya adalah sistem ini sudah menyemangati petani untuk terus bertani dengan baik. Sebab, semakin baik mereka bertani, semakin baik pula hasilnya.

Semoga ke depan produktivitas padi meningkat sehingga keuntungan petani dan BUMDes juga meningkat,” kata Djaelani.

Tahun 2019, BUMDes Adi Karya Dadi Mulyo menargetkan bisa meningkatkan serapan gabah pada 30 persen lahan sawah di sana.

Selain mengurusi beras, BUMDes Adi Karya Dadi Mulyo juga memiliki unit usaha lain, yaitu kios usaha kecil menengah (UKM), pasar, dan bank sampah. Dengan semakin cerahnya masa depan BUMDes itu, anak-anak muda setempat juga mulai mau terlibat untuk bekerja mengurus BUMDes.--DAHLIA IRAWATI

Sumber: Kompas, 27 Februari 2019

No comments:

Post a Comment