Friday, November 27, 2020

Menahan Pengangguran Desa

Dibutuhkan kebijakan khusus selama pandemi untuk memastikan program pembangunan yang dijalankan segera terlaksana dengan dana APBN meski untuk wilayah sekecil desa.

Ada dua informasi penting dari rilis Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020. Badan Pusat Statistik mencatat, pandemi Covid-19 memukul ekonomi ketenagakerjaan sehingga angka pengangguran di Indonesia meningkat 2,67 juta jiwa.

Ada perbedaan nyata antara upaya menahan pengangguran di kota dan di desa, baik pengangguran terbuka maupun pekerjaan paruh waktu. Pengangguran terbuka menggambarkan warga yang benar-benar terpotong penghidupannya akibat pandemi. Di kota, pengangguran terbuka melonjak 2,69 persen (2.063.879 orang), sementara di desa hanya 0,79 persen (606.121 orang).

BPS mengonfirmasi ini dengan rilis laju pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha. Kontraksi ekonomi 3,49 persen lebih banyak disumbang oleh industri (tumbuh minus 4,31 persen), perdagangan (-5,03 persen), konstruksi (-4,52 persen), transportasi dan pergudangan (-16,70 persen), serta jasa keuangan (-0,95 persen).

Usaha utama di desa, pertanian, justru menjadi bantalan dari resesi ekonomi. Sepanjang 2020 tumbuh positif 9,24 persen pada kuartal I, kemudian 10,83 persen pada kuartal II, dan 10,61 persen pada kuartal III.

Sepanjang pandemi, pemerintah berupaya menahan pengangguran lewat perluasan padat karya. Ini membuka kesempatan kerja musiman. Upaya ini menunjukkan hasil. Pekerja paruh waktu, yang benar-benar mengandalkan kegiatan padat karya, meningkat 4,32 juta orang. Setengah penganggur yang menjalankan padat karya, tetapi masih kerja serabutan, naik 4,83 juta orang.

Total pemanfaat padat karya 9,15 juta orang. Sementara kesempatan kerja penuh menyusut, 9,46 juta pekerja terlempar ke luar dari lingkaran. Artinya, padat karya menampung 97 persen pekerja yang keluar dari kesempatan kerja penuh. Khusus desa, ini terkonfirmasi dengan padat karya tunai desa (PKTD).

Sepanjang pengambilan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS, Agustus 2020, PKTD mempekerjakan 233.505 orang dengan lama kerja rata-rata 9 hari. Jumlah pekerja pada kegiatan dana desa di luar skema PKTD 290.925 orang sehingga total dana desa menyerap 407.678 pekerja sepanjang Agustus 2020.

Sampai 4 November 2020, dana desa untuk PKTD mencapai Rp 10 triliun. Sebanyak 2.116.020 warga telah mengambil kesempatan kerja paruh waktu ini. Di samping tukang desa, terserap 1.041.962 pekerja dari rumah tangga miskin, 911.219 pekerja dari kalangan penganggur, dan 14.040 pekerja dari kelompok marjinal lain. Saat ini, sisa dana desa yang bisa digunakan untuk PKTD Rp 24.425.886.834.707. Upah yang masih akan disalurkan Rp 13.434.237.759.089. Ada peluang tambahan bagi 8.396.399 pekerja bekerja 16 hari selama November-Desember.

Banting setir ke desa

Indikasi ekonomi dan kesehatan wajib menjadi alarm banting setir ke desa. Pada 5 November 2020, penderita terkonfirmasi Covid-19 nasional 425.796 orang, padahal di desa hanya 1.084 orang. Bekerja di pertanian juga lazim berjaga jarak, beda dengan di pabrik dan kantor yang duduk berdekatan.

Sepanjang pandemi, Maret-Agustus 2020, hanya ekonomi pertanian, kehutanan, dan perikanan yang tetap tumbuh positif. Seluruh produsen komoditas pertanian ini bergerak di 74.766 desa. Artinya, fokus meningkatkan usaha petani, pekebun, dan nelayan semestinya dipilih untuk mengurangi kontraksi ekonomi, bahkan membuatnya tumbuh positif.

Membuka kesempatan bagi mereka untuk mengakses kredit tanpa bunga bisa menjadi alternatif. Ini dibarengi dengan penyerapan komoditas oleh industri pengolaha, serta penyediaan benih unggul, irigasi, dan pendampingan oleh pemerintah.

Rencana pembangunan infrastruktur seyogianya diubah sasarannya ke desa, yakni membangun jalan usaha tani penghubung ladang dengan jalan desa atau penghubung tambak ke jalan desa.

Ada 56.384 desa yang butuh pengembangan jalan usaha tani dan tambak. Diperlukan pembangunan tambatan perahu yang tersambung jalan ke pusat desa. Ini diikuti membangun jalan antardesa yang terhubung sampai jalan kabupaten serta terhubung ke jalan menuju pelabuhan udara/pelabuhan laut.

Dibutuhkan kebijakan khusus selama pandemi untuk memastikan program pembangunan yang dijalankan segera terlaksana dengan dana APBN meski untuk wilayah sekecil desa. Dana pemulihan ekonomi difokuskan untuk membangun gudang penyimpanan tanaman yang representatif di 53.716 desa pertanian dan kontainer pendingin di 3.100 desa nelayan. Ini berkonsekuensi pula pada fokus lokasi pengadaan, peningkatan, hingga subsidi kapasitas listrik.

Kekuatan menyimpan komoditas menunjang proses logistik dan transportasi desa ke pabrik olahan makanan-minuman. Dalam situasi pengetatan sosial, transportasi komoditas dari desa justru harus diperlancar.

Ivanovich Agusta, Sosiolog Perdesaan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi.

Editor:   YOHANES KRISNAWAN

Sumber: Kompas, 20 November 2020

No comments:

Post a Comment