Wednesday, September 25, 2019

Wahyudi Anggoro Hadi, Tokoh di Balik Desa ”Unicorn” Panggungharjo

…lambatlah perjalanannya, sebab langkahnya adalah langkah perubahan. Dan perubahan yang sebenar-benarnya perubahan, selalu memakan waktu sangat lama. (Paulo Coelho)

Perubahan setahap demi setahap itu terjadi di Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul, DIY. Dari semula hanya desa biasa, kini, desa berpenduduk 28.000-an jiwa tersebut menjadi salah satu desa terbaik nasional dan merupakan percontohan bagi 74.000-an desa lain di Tanah Air.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI--Wahyudi Anggoro Hadi, Kepala Desa Panggungharjo, Bantul, DIY, yang membawa desa itu menjadi desa mandiri.

Desa Panggungharjo dinilai sukses dalam membangun sistem tata kelola pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakatnya. Saat ini, pendapatan asli desa (PADes) desa di selatan Kota Yogyakarta tersebut di atas Rp 1 miliar. Pencapaian itu menjadikan Panggungharjo menjadi salah satu dari 157 desa unicorn di Indonesia. Desa unicorn adalah sebutan untuk desa dengan pendapatan asli di atas Rp 1 miliar. Padahal, tahun 2012, PADes Desa Panggungharjo hanya Rp 300 juta.


Perubahan Desa Panggungharjo tampak sejak 2012 saat warga memilih Wahyudi Anggoro Hadi (40) sebagai kepala desa yang baru. Wahyudi dilantik pada September 2012 sehingga praktis ia tidak bisa ikut merencanakan pembangunan desa untuk tahun 2013. Akhirnya, yang bisa dilakukan mantan apoteker itu adalah melakukan negosiasi ulang dengan pihak ketiga yang mengelola aset-aset desa.

”Tanah kas desa yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, tetapi melanggar beberapa aturan, kemudian saya negosiasi ulang. Dampaknya cukup terasa. Pada 2012, ada lahan yang disewa dengan kontribusi hanya Rp 27 juta setahun, setelah dinegosiasi ulang nilainya naik jadi Rp 180 juta setahun. Itu terjadi di beberapa tempat,” kata Wahyudi di Bantul, Minggu (8/9/2019). Hasil dari renegoisasi itu, PADes Panggungharjo terdongkrak lebih dari dua kali lipat.

Wahyudi juga mulai mereformasi birokrasi, salah satunya dengan membentuk 11 lembaga desa. Lembaga desa menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam melayani masyarakat. Lembaga desa pertama dibuat tahun 2013, yaitu usaha pengelolaan sampah warga. Lembaga tersebut menjadi cikal bakal BUMDes Panggung Lestari yang kini  berkembang menjadi salah satu penyumbang PADes dengan nilai Rp 200 juta sebulan. Nilai APBDes Panggungharjo saat ini Rp 4,9 miliar.

Kultur baru
Setelah penataan kelembagaan pemerintahan desa berjalan, Wahyudi melanjutkan langkahnya dengan membangun kultur organisasi baru. Selama ini, birokrasi pemerintahan desa dinilai tidak berkembang karena perangkat desa tidak termotivasi untuk bekerja lebih baik. Mereka memang bukan karyawan sebuah perusahaan dengan jenjang karier yang jelas. Berkinerja bagus atau buruk  perlakuannya sama saja.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI--Wahyudi Anggoro Hadi berhasil membangun sistem tata kelola Desa Panggungharjo, Bantul, DIY. Desa yang pada 2012 penghasilan asli desanya hanya Rp 300 juta, kini memiliki penghasilan asli desa lebih dari Rp 1 miliar.

”Mulai tahun 2016, kami menetapkan sistem penggajian berbasis kinerja yang diputuskan melalui analisis beban kerja. Ada target pemenuhan jam kerja bagi perangkat desa, yaitu 140 jam kerja selama satu bulan. Akhir bulan dievaluasi. Kalau kerjanya kurang dari 140 jam, tunjangan kinerja mereka dipotong. Aturan ini ditetapkan dalam peraturan desa,” kata suami Umi Haniah tersebut.

Wahyudi kemudian menetapkan kualifikasi minimum untuk jabatan tertentu. Seorang kepala urusan, dalam analisis beban kerja, harus berpendidikan minimal diploma tiga. Agar bisa mencapai kualifikasi itu, pemerintah desa menyekolahkan mereka. Wahyudi tidak sekadar membuat aturan, tetapi juga mencarikan solusi.

Ia juga menekankan pentingnya menunjukkan keteladanan. Dulu, di awal-awal ia menjabat sebagai kepala desa, ia tidak segan-segan menutup pintu kantor sendiri dan mengosek lantai WC sendiri. ”Itu saya lakukan dalam membangun keteladanan. Tak ada kepemimpinan tanpa keteladanan. Makanya jalan pemimpin bukan jalan yang mudah. Itu sebabnya pemimpin harus dihormati. setidak-tidaknya, kita hormati keberaniannya mengambil risiko memimpin,” tambah Wahyudi.

Perlindungan warga
Penataan birokrasi dimulai Wahyudi sejak menjabat kades tahun 2012, dan baru terlihat perubahannya pada 2016. Penataan itu tidak hanya berdampak pada naiknya kinerja perangkat desa, tapi juga juga membaiknya pelayanan pada masyarakat. Desa Panggungharjo, misalnya, memiliki perawat desa yang tugasnya merawat lansia dengan ketergantungan. Mereka memastikan lansia mendapat hunian layak, asupan pangan cukup, dan berada dalam kondisi kesehatan yang termonitor.

Di bidang pendidikan, Desa Panggungharjo menerapkan kebijakan satu rumah satu sarjana. Hal itu dilakukan dengan memberikan asuransi pendidikan, beasiswa pendidikan, bantuan pendidikan tunai, serta bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi untuk memfasilitasi warganya untuk kuliah gratis sampai lulus.

Istimewa--Wahyudi Anggoro Hadi, di forum diskusi tentang membangun transparansi pengelolaan desa di gedung ACLC, KPK pada tanggal 23 Mei 2017

”Kami juga punya perlindungan kesehatan ibu dan anak. Seorang ibu hamil di Panggungharjo berhak mendapatkan pelayanan kesehatan paripurna, tujuh kali pemeriksaan kesehatan, dan satu kali layanan persalinan normal, dua kali pemeriksaan nifas, dan lima kali imunisasi untuk bayi secara gratis,” kata ayah tiga anak itu.

Dengan semua capaian itu, Wahyudi tidak sulit mendapat suara warga dalam Pilkades 2018. Tidak ada pesaing yang berani bertarung melawan Wahyudi. Agar proses pilkades tidak terganggu, akhirnya teman Wahyudi memilih maju sebagai lawan. Namun, hasilnya bisa diprediksi, yaitu hampir 90 persen warga kembali memilih Wahyudi sebagai pemimpin.

”Bagi saya, menata desa tidak jauh berbeda dengan meracik resep obat. Kalau takarannya pas dan tepat, hasilnya akan baik,” kata sarjana Fakultas Farmasi UGM tersebut.

Ke depan, Wahyudi berharap bisa pelan-pelan mewujudkan masyarakat desa sejahtera, mandiri, dan berdaulat. Itu sebabnya, ia ingin sistem pengelolaan desa yang dibangunnya bisa bertahan, diteruskan, dan diperbaiki.

”Sebaik-baik pemimpin, tetaplah gagal jika tidak bisa mempertahankan sistem dan memiliki penerus. Saya bertahap sistem yang saya bangun ini bisa diteruskan dan diperbaiki oleh generasi berikutnya,” kata pria yang mewarisi sifat demokratis dari sang ayah. Ayah Wahyudi adalah pustakawan di UGM.


Wahyudi Anggoro Hadi

Lahir: Bantul, 24 Juli 1979

Istri: Umi Haniah

Anak:
Nilna Atumi Lu’lu’I El Nida
Nala Ulupi Fathiya El Rahma
Naili Nafisah El Muna

Pendidikan:
Sarjana Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta (2007)
Program Profesi Apoteker Farmasi UGM (2008)
Ilmu pemerintahan Program Pascasarjana STMPB APMD Yogyakarta (belum lulus)
Pekerjaan: Kepala Desa Panggungharjo

Prestasi:
Penerima Award Desa Unggulan kategori Pendidikan dari Kemendes PDTT (2016)
Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional Award (2017)
Penyelenggara Terbaik Pertama tingkat nasional UP2K PKK (2017)
Desa Inspiratif Kemendes PDTT (2018)
Email: ang_pisu@yahoo.com

DAHLIA IRAWATI

Sumber: Kompas, 26 September 2019

No comments:

Post a Comment