Monday, September 23, 2019

Dedi Setiawan dan Ati Nurhayati, Cerdas Pintar Bersama Petani Sukajaya

KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA--Dedi Setiawan Hariyanto (53) di Desa Sukajaya, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Selasa (27/8/2019).

Badan usaha milik desa tidak hanya menjadi alat untuk menambah penghasilan desa. Dedi Setiawan Hariyanto (53) dan Ati Nurhayati (42) menjadikannya untuk mencerdaskan petani. Mereka diajarkan pintar memilih komoditas yang ditanam dengan melihat potensi pasar.

Terik mentari yang menyengat di Desa Sukajaya, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (27/8/2019), tidak mengurangi semangat warga untuk menggarap lahan yang dipersiapkan untuk agrowisata di desa tersebut.


Lahan seluas 8 hektar telah dipersiapkan, ditanami berbagai rupa tanaman dengan beberapa perlakuan, mulai dari penanaman di lahan terbuka hingga rumah kaca. Ada melon, kacang edamame, kacang tanah, cabai, bawang, dan tanaman hortikultura lainnya.

Di dalam rumah kaca, Dedi Setiawan mengamati tumbuhan melon caribbean yang berusia dua minggu. Sesekali dia memantau cairan pupuk yang berada di beberapa pojok rumah kaca. Menurut Dedi, komposisi pupuk yang tepat bisa membuat tanaman tumbuh dengan optimal dan menghasilkan komoditas berkualitas.

Bergabung dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Terus Jaya Sehati, Desa Sukajaya, tahun 2018, Dedi mulai membuka mata para petani di desa pinggiran Kota Sukabumi tersebut. Dia mengajak petani untuk melihat pertanian tidak hanya dari sisi keunggulan benih. Masih ada komponen alam yang perlu diperhatikan, yaitu kualitas tanah beserta organisme di dalamnya.

”Petani harus tahu bagaimana mengaplikasikan pupuk karena ada takarannya. Organik ataupun kimia, kalau berlebihan, tanah bisa menjadi rusak. Kasihan petani. Makanya, perlu komposisi yang tepat agar petani jadi untung,” tuturnya.

Hasilnya memuaskan. Tahun ini, potensi panen warga meningkat hingga tiga kali lipat. ”Contohnya, panen cabai keriting di desa ini, sebelumnya hanya 5 ton per hektar. Sekarang, mereka bisa menikmati panen hingga 15 ton per hektar,” ujarnya.

Dedi menuturkan, upaya mengubah pandangan tersebut terbilang penuh tantangan. Alasannya, hampir semua petani  Desa Sukajaya tidak mengenyam pendidikan tinggi. Jadi, Dedi harus memilih kata-kata yang membumi untuk menjabarkan istilah-istilah ilmiah yang rumit dan tidak ramah di telinga warga.

”Keasaman tanah rendah yang mengurangi kesuburan tanah bisa diatasi dengan penggunaankapur atau pupuk yang difermentasi, lalu pertumbuhan bakteri dan salmonela yang merusak tanah juga perlu ditekan. Upaya pemuliaan tanah seperti itu tidak mungkin bisa dijelaskan langsung karena petani kesulitan untuk mengerti. Makanya, kami langsung mempraktikkannya, baru mereka melanjutkan,” ujarnya.

Pembuka pasar
Tidak hanya dalam pemupukan yang tepat, petani di Sukajaya juga diminta membudidayakan komoditas bernilai tinggi selain bawang dan cabai. Beberapa hasil hortikultura yang dikembangkan mulai dari melon caribbean, kacang edamame, hingga sayuran hidroponik.

KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA--Ati Nurhayati (42) di Desa Sukajaya, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Selasa (27/8/2019).

Menurut Dedi, komoditas ini memiliki masa tanam kurang lebih tiga bulan sehingga bisa menambah variasi tanaman tanpa perlu menyesuaikan dengan masa tanam. Namun, penanamannya membutuhkan perlakuan khusus, seperti menjaga suhu panas dan cairan yang lebih terukur sehingga Desa Sukajaya membangun lima rumah kaca.

”Untuk melon dan tanaman hidroponik kami perlu rumah kaca. Selain untuk menjaga suhu, rumah kaca ini juga melindungi tanaman dari hama sehingga hasilnya tumbuh maksimal. Tujuannya agar hasil panen tetap berkualitas tinggi,” ucapnya.

Pemikiran ini muncul karena desa ini memiliki jalur pemasaran yang dibuka oleh BUMDes Sukajaya. Badan usaha ini dipercaya sebagian supermarket di Bogor, Bandung, dan Jakarta untuk menyuplai sayuran organik dan hasil pertanian premium lainnya.

Mendapatkan kepercayaan itu bukanlah perkara mudah. Ati Nurhayati, Direktur BUMDes Terus Jaya Sehati, menjadi motor awal penggerak BUMDes bersama pihak desa untuk mengembangkan pasar tersebut. Jatuh bangun, dia membantu BUMDes ini tetap berdiri.

Perhatian Ati terhadap BUMDes terlihat sejak awal pendiriannya. Tidak jarang Ati mengorbankan waktu untuk bersama keluarganya untuk mengurus unit yang diharapkan bisa memberdayakan masyarakat Desa Sukajaya. Bahkan, di awal operasionalisasi BUMDes tahun 2016, dia menggadaikan sertifikat rumah agar bisa membuka usaha jual beli gas rumah tangga.

”Waktu itu anggaran belum cair, sementara dari pihak distributor sudah mau mengirimkan barangnya. Ya sudah, saya memutuskan untuk menggadaikan sertifikat rumah. Tidak apa-apa, toh nanti pasti akan ditebus. Yang penting, BUMDes ini perlu perputaran dana,” ujarnya.

Hal tersebut memberikan hasil positif. Elpiji rumah tangga bersubsidi selalu ludes terjual. Dalam sebulan, BUMDes memasok gas bersubdisi hingga 2.000 tabung. Tidak hanya untuk memutar dana, kebutuhan rumah tangga masyarakat Desa Sukajaya membuat BUMDes berupaya untuk menyuplai gas bersubsidi tersebut.

Anggaran turun, dana kembali diputar. Kali ini, tidak hanya usaha jual beli gas subsidi untuk rumah tangga di perdesaan, BUMDes ini juga membuka usaha pom bensin mini yang legal karena mendapat suplai resmi dari Pertamina. Minimarket pun dibangun agar masyarakat sekitar bisa berbelanja kebutuhan sehari-hari tanpa harus turun ke kota.

”Kami selalu berharap masyarakat Sukajaya tidak perlu keluar dari desa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka cukup ke BUMDes sehingga perputaran uang tidak jauh dari desa,” tuturnya.

Petani berinovasi
Ati memegang asa, Desa Sukajaya menjadi desa yang mandiri dan menjadi percontohan bagi desa-desa di sekitarnya. Lahir dan besar di Sukajaya, dia merasakan desa tersebut menjadi salah satu desa tertinggal di Jawa Barat meski berjarak kurang lebih 5 kilometer dari Kota Sukabumi.

Menurut Ati, pemberdayaan petani menjadi kunci untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di Desa Sukajaya karena sebagian besar petani di desa ini berada di bawah garis kemiskinan. Karena itu, dia berupaya mencari peluang pasar untuk menyalurkan hasil pertanian. Bersama Dedi, Ati memastikan kualitas pertanian di Desa Sukajaya layak untuk disalurkan ke pasar-pasar premium sehingga meningkatkan nilai jual komoditas pertanian.

Tidak sampai di situ saja, Ati beserta jajaran BUMDes lainnya juga berencana memanfaatkan area pertanian di Desa Sukajaya sebagai bagian dari agrowisata sehingga mendatangkan pengunjung pada tahun 2020. Menurut Ati, pertanian organik mampu menarik pengunjung, mulai dari aktivitas pertanian yang hijau hingga produk berkualitas seperti sayuran dan buah-buahan yang bisa dibeli.

Bahtari (57), salah satu petani binaan BUMDes, mengatakan, ilmu yang didapat dari Dedi membantu dirinya dalam bertani. Tidak hanya dari segi pemuliaan tanah, dia juga mendapat pengarahan tentang bagaimana memaksimalkan produk dengan memanfaatkan lahan yang ada.

”Saya mendapatkan ilmu, komplet dari Pak Dedi. Jadi saya tahu cara bertani yang baik. BUMDes juga membuka pasar, jadi kami tidak khawatir lagi hasil pertanian dijual mau dijual ke mana,” tuturnya.

Bagi Ati dan Dedi, kemajuan Desa Sukajaya berada di tangan ratusan petani pintar dan seluruh elemen masyarakat. Dengan usaha mereka, Sukajaya bergerak maju untuk mencapai desa mandiri dengan menerapkan pertanian organik.

Dedi Setiawan Hariyanto
Lahir: Sukabumi, 6 Desember 1966
Pendidikan terakhir: S-1 Stiper Yogyakarta (lulus 1990)

Ati Nurhayati
Lahir: Sukabumi, 11 Juli 1977
Pendidikan terakhir: SMEA Pasundan Sukabumi (lulus 1995)

MACHRADIN WAHYUDI RITONGA/SAMUEL OKTORA

Editor CORNELIUS HELMY HERLAMBANG

Sumber: Kompas,  24 September 2019

No comments:

Post a Comment