Thursday, November 16, 2017

Tiada Lagi Sobekan “Karcis” di Pasar

KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA--Yulianto, pedagang burung, mencoba membayar retribusi pasar di mesin pembayaran retribusi elektronik di Pasar Burung Depok, Solo, Jawa Tengah, Kamis (16/11). Pembayaran retribusi secara elektronik di Pasar Burung Depok diluncurkan pada September 2016 oleh Pemkot Solo dengan menggandeng Bank Jateng.

Di zaman serba cepat ini, inovasi teknologi diharapkan mampu mengurangi beban pekerjaan dan kebocoran pada transaksi keuangan dan pajak daerah. Dengan demikian, pendapatan daerah optimal dan pelayanan publik pun memuaskan.

Para pedagang di Pasar Burung Depok, Solo, Jawa Tengah, setahun terakhir, selalu menyimpan kartu khusus di saku mereka setiap kali berjualan. Kartu itu digunakan untuk membayar retribusi pasar. Hanya dengan menempelkan kartu pada sebuah mesin anjungan di sudut pasar, pembayaran retribusi mereka sudah tercatat.

“Awalnya memang merepotkan karena belum terbiasa. Tetapi setelah terbiasa, bayar retribusi elektronik ini prosesnya mudah,” ujar Setyo Budi (31), pedagang burung di Pasar Burung Depok, Jumat (10/11).


Pada sistem manual pedagang didatangi seorang petugas penarik retribusi. Setelah membayar dengan uang tunai, mereka diberi secarik karcis sebagai bukti pelunasan. Biasanya, potensi kebocoran terjadi karena catatan petugas penarik retribusi tidak rinci atau bisa jadi “main mata” dengan pedagang.

Namun, mengubah pola itu tidak mudah. Ari Yulianto (35), pedagang burung, mengaku lebih terbiasa dengan sistem pembayaran manual. Pada sistem lama pedagang didatangi petugas penarik retribusi dan tak perlu membayar sendiri ke mesin retribusi elektronik. “Selain itu, pembayaran retribusi elektronik kalau menunggak tidak bisa dicicil,” katanya.

Pemerintah Kota Solo meluncurkan sistem pembayaran retribusi elektronik di Pasar Burung Depok sejak 1 September 2016, dengan menggandeng Bank Jateng. Pihak Bank Jateng menyediakan satu mesin pembayaran di pintu masuk pasar. Setiap pedagang mendapatkan kartu khusus yang harus diisi saldo tabungan ke Bank Jateng.

Menurut Lurah Pasar Burung Depok Solo Nur Rahmadi, sebanyak 355 pedagang yang menempati kios dan los di Pasar Burung Depok semuanya sudah mendapatkan kartu pembayaran retribusi elektronik. Sistem ini berhasil menciptakan efisiensi biaya ataupun jumlah pegawai pengelola pasar.

Sebelum menerapkan sistem retribusi elektronik, di Pasar Burung Depok ada tujuh pegawai. Namun, saat ini hanya tinggal tiga orang. “Ada yang dipindahtugaskan membantu di kantor kelurahan sehingga beban kerja terbagi,” katanya.

Menurut Kepala Dinas Perdagangan Solo Subagyo, sistem pembayaran elektronik ini telah diterapkan di 13 pasar tradisional dari 44 pasar tradisional di Solo. Pembayaran retribusi pasar ini merupakan inovasi Pemkot Solo yang diterapkan sejak 2016. Pemkot Solo menggandeng bank-bank BUMN dan BUMD untuk menekan potensi kebocoran dana retribusi pasar.

Pajak parkir
Inovasi serupa diterapkan di Kota Semarang. Kebocoran penerimaan pajak parkir kendaraan yang selama ini menyandera kas daerah disiasati dengan penggunaan mesin elektronik. Alat ini merekam setiap transaksi kendaraan di lahan parkir luar jalan (off street). Dengan sistem itu, pajak daerah dari parkir diharapkan optimal.

Sejak Mei 2017, terpasang 70 mesin perekam data pada 22 lokasi parkir, yang merupakan bantuan dari Bank Jateng dengan nilai sekitar Rp 798 juta. Mesin itu dipasang di pintu keluar parkir. Dengan mesin itu, setiap transaksi parkir terekam secara tepat waktu dan langsung dapat diakses di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.

Kepala Subbidang Pendaftaran dan Pendataan Bapenda Kota Semarang Elly Asmara mengatakan, potensi kebocoran penerimaan pajak parkir dapat ditekan. Terlebih, pajak parkir bersifat self assessment atau wajib pajak dan pemilik lahan parkir dipercaya menghitung sendiri pajak yang disetorkannya.

“Sebelumnya, pemeriksaan dilakukan secara manual dan terkadang tidak memiliki pembukuan. Dengan mesin tapping box, pengawasan lebih mudah dan wajib pajak tak bisa mempermainkan data,” ujar Elly.

Penggunaan sistem itu memberi dampak bagi penerimaan pajak parkir di Kota Semarang. Berdasarkan data Bapenda Kota Semarang, realisasi pajak parkir 2016 adalag Rp 11.379.780.905. Namun, pada 2017, hingga 13 November, penerimaan sudah mencapai Rp 12.396.334.029.

Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno mengatakan, teknologi e-parkir dan e-retribusi dapat mempermudah pemerintah daerah melakukan monitoring transaksi bagi wajib pajak. Inovasi ini dapat mendukung perekonomian Jateng lebih terukur, cepat, terstandar, transparan, dan akuntabel. Sistem ini juga mendukung program pemerintah pusat, yakni Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).

“Yang paling penting, inovasi ini bisa mendukung kota-kota di Jawa Tengah tumbuh menjadi kota cerdas,” ungkapnya.(RWN/DIT/GRE)

Sumber: Kompas, 17 November 2017

No comments:

Post a Comment