KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO--Kusir andong wisata memeriksa kudanya setelah mengantar wisatawan singgah di Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (16/11). Sejumlah balkondes tumbuh berkembang di sekitar kawasan Borobudur dan menjadi sarana bagi warga untuk memasarkan berbagai keunggulan desa kepada wisatawan.
Peradaban lereng Bukit Menoreh, Jawa Tengah, sejak dulu menyimpan kekayaan alam dan daya cipta manusia. Kehadiran balai ekonomi desa ikut memberi panggung bagi ragam potensi. Terang yang selama ini terpusat di Candi Borobudur kini mulai dibagi ke sekitar.
Di teras rumahnya yang penuh ornamen bambu, Hartono (58) menunjukkan tiga alat musik perkusi yang baru setengah jadi. Bentuk instrumen-instrumen itu tergolong aneh karena dibuat dari dongklak atau bagian bawah pohon bambu yang belum dirapikan. Tiada yang menyangka, “instrumen aneh” itu pesanan khusus dari musisi kondang Tanah Air.
“Alat musik ini pesanan Mbak Trie Utami,” kata Hartono, saat ditemui di rumahnya di Desa Wringinputih, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Hartono adalah salah satu perajin bambu di Desa Wringinputih. Sehari-hari, ia membuat aneka kerajinan bambu, termasuk angklung. Sekitar dua bulan lalu, Hartono bertemu Trie Utami, penyanyi senior yang antara lain dikenal sebagai vokalis grup musik Krakatau.
“Setelah itu, dia pesan alat musik dari bambu. Ini alat musik baru, belum ada namanya. Nanti Mbak Trie yang kasih nama mungkin,” ujarnya sembari tersenyum.
Alat musik pesanan itu terdiri atas dua buah tabung berongga, yang disatukan dengan sebatang bambu atau kayu. Permukaan atas kedua tabung ditutup dengan material tertentu agar alat itu bisa berbunyi saat dipukul. Secara khusus, si pemesan meminta material penutup itu diambil dari barang-barang bekas, misalnya, ban bekas atau plastik kemasan minyak goreng yang sudah tak terpakai.
Ruang promosi
Hartono mengatakan, pertemuannya dengan biduanita senior itu terjadi setelah mengembangkan balai ekonomi desa (balkondes) di Wringinputih. Balkondes merupakan ruang promosi berbagai potensi ekonomi desa di sekitar Candi Borobudur. Sejak tahun lalu, program pengembangan balkondes digiatkan di daerah itu guna memperkuat desa-desa wisata.
Pengembangan balkondes diinisiasi pemerintah pusat dengan melibatkan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN). Selain pembuatan bangunan fisik sebagai pusat kegiatan, pengembangan balkondes juga dilakukan dengan menggelar kegiatan promosi potensi desa.
“Sejak balkondes di Wringinputih selesai dibangun, grup angklung saya sering main di sana. Lalu saya dikenalkan kepada Mbak Trie Utami dan kemudian ada pesanan membuat alat musik itu,” kenang Hartono.
Pengalaman Hartono menjadi salah satu contoh dampak positif kehadiran balkondes terhadap perekonomian masyarakat. Di desa lain, kehadiran balkondes juga diupayakan mengangkat beragam potensi lokal.
Madu hutan
Di Desa Giritengah, misalnya, pengembangan balkondes diarahkan mempromosikan komoditas andalan desa, yakni madu hutan. Supervisor Balkondes Giritengah Yudhi Pramono mengatakan, di desanya, sejak dahulu banyak peternak lebah penghasil madu. Namun, selama ini, madu-madu dijual kepada tengkulak.
Untuk memberi nilai tambah, para pengurus Balkondes Giritengah fokus mengembangkan berbagai produk berbahan baku madu. “Kami antara lain membuat nasi goreng madu, ayam goreng madu, singkong madu bahkan kopi madu,” ujarnya. Selain itu, pihaknya membuat madu dalam kemasan untuk dijual langsung di balkondes.
Peternak lebah Desa Giritengah, Bambang Manonsuhisto (50), berharap keberadaan balkondes menambah jumlah kunjungan tamu ke Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Lebah Madu di Giritengah. Selama ini, tempat itu sering dikunjungi para pelajar, mahasiswa, atau warga daerah lain yang ingin belajar dan melihat peternakan lebah madu. “Kami berharap wisatawan ke balkondes bisa ikut diajak ke tempat ini,” katanya.
Berjarak 7 kilometer di utara Giritengah, pemanfaatan balkondes untuk mempromosikan potensi lokal juga dilakukan di Desa Kembanglimus. Kepala Seksi Pembangunan Pemerintah Desa Kembanglimus Rohadi mengatakan, balkondes di desa tersebut digunakan untuk memperkenalkan sejumlah menu makanan lokal yang makin sulit dicari, seperti mangut beong, buntil ulek, dan pepes bluluk.
“Nanti, warga kami minta memasak makanan-makanan itu lalu kami promosikan pada acara-acara di balkondes,” ujarnya.
Dengan desain arsitektur yang artistik dan tradisional, sejumlah balkondes kian ramai dikunjungi wisatawan, bahkan sekadar untuk berfoto dengan latar belakang bangunannya. Belakangan, sejumlah pasangan muda mulai tertarik menjadikan balkondes sebagai lokasi resepsi pernikahan, seperti di Dusun Ngaran II, Desa Borobudur.
Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Edy Setijono mengatakan, pengembangan balkondes di Kecamatan Borobudur dimulai sejak 2016. Hingga kini, dari 20 desa di Kecamatan Borobudur, 16 desa punya balkondes. Pengembangan balkondes di empat desa lain akan dilakukan tahun depan.
Dalam pengembangan balkondes, setiap desa didampingi oleh satu BUMN dengan dana pengembangan mencapai Rp 1 miliar. Setiap balkondes juga ditargetkan memiliki 10 kamar homestay atau rumah inap.
Menurut Edy, pengembangan balkondes diharapkan mendongkrak kunjungan dan lama tinggal turis di kawasan Borobudur. Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Jateng mencatat, di Kabupaten Magelang baru terdapat 7 hotel berbintang dan 44 hotel nonbintang. Adapun rata-rata lama menginap masih sekitar 1,36 hari.
Dengan kehadiran balkondes, para turis memiliki banyak pilihan tujuan wisata, selain Candi Borobudur. Hal ini selaras dengan rencana Balai Konservasi Borobudur mengurai kepadatan wisatawan di candi karena dikhawatirkan mempercepat laju kerusakan susunan batuan berusia belasan abad itu. Selain itu, pengembangan balkondes tentu diharapkan memajukan perekonomian desa-desa di sekitar candi. “Selama ini, Candi Borobudur ibarat lampu besar terang benderang, tetapi kawasan di sekitarnya tetap gelap gulita,” ujar Edy.
Konsep balkondes diyakini menjadi jalan agar terang dari Candi Borobudur dapat dinikmati merata pada 20 desa di sekitarnya.--HARIS FIRDAUS DAN REGINA RUKMORINI
Sumber: Kompas, 17 November 2017
No comments:
Post a Comment