Tuesday, April 21, 2020

Protokol Desa Tanggap Covid-19

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO--Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19 Kabupaten Bantul di Desa Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul, DI Yogyakarta, Senin (13/4/2020). RS tersebut berkapasitas sekitar 100 pasien dan ditujukan untuk merawat pasien PDP ringan. RS tersebut memanfatkan bangunan yang sebelumnya digunakan untuk Puskesmas Bambanglipuro.

Perubahan mendasar situasi terkini membutuhkan revisi anggaran menjadi hanya terfokus pada padat karya tunai desa (PKTD) dan kegiatan terkait pencegahan serta penanganan Covid-19.

Minggu-minggu ini fase penyebaran Covid-19 dapat dipastikan masuk ke desa-desa. Banyak pekerja kota besar dan juga migran dari negara-negara pandemi pulang kampung. Inilah saatnya menjalankan protokol Desa Tanggap Covid-19. Protokol nasional yang berlaku untuk seluruh wilayah berpemerintahan terkecil ini menyeimbangkan tiga hal, yaitu upaya kesehatan melawan Covid-19, gotong royong untuk menjaga sesama warga, serta tetap menggerakkan ekonomi desa.


Konsolidasi bersama ketiga komponen ini perlu dipahami dan dijalankan karena sebelumnya penguatan satu atau dua komponen terbukti merugikan warga desa sendiri. Contohnya penutupan desa sebagai komponen karantina wilayah merugikan buruh tani dan pekerja informal yang hanya memiliki upah harian di dalam dan luar desanya.

Perubahan dana desa
Aspek mendasar pada Surat Edaran Menteri Desa PDTT tertanggal 24 Maret 2020 tentang penegasan padat karya dan desa tanggap Covid-19 adalah perubahan peruntukan dana desa 2020. Semula, sesuai Peraturan Menteri Desa PDTT No 11/2019, dana desa hanya boleh dialokasikan bagi pembangunan dan pemerataan. Perubahan mendasar situasi terkini membutuhkan revisi anggaran menjadi hanya terfokus pada padat karya tunai desa (PKTD) dan kegiatan terkait pencegahan serta penanganan Covid-19.

SE Menteri Desa PDTT No 8/2020 merupakan kebijakan penting dan mendesak. Karena itu tercakup dalam Permendagri No 20/2018 sebagai dasar perubahan APBDes.

Jika keadaan sangat memaksa, seperti desa sudah dihuni warga yang positif Covid-19 dan kabupaten/kota ditabalkan sebagai KLB Covid-19, kepala desa dapat langsung merevisi APBDes melalui peraturan kepala desa. Kelak, setelah wabah mereda, musyawarah desa dapat diselenggarakan untuk menetapkannya sebagai peraturan desa. Ini ibarat presiden menerbitkan perppu untuk kemudian dijadikan UU.

Sampai akhir Maret 2020 tercatat sekitar 28.000 desa telah menetapkan APBDes. Sekitar 15.000 telah menerima dana desa tahap 1. Sisanya dalam proses kajian oleh pemerintah daerah, hingga baru saja merumuskan rencana anggaran biaya kegiatan.

Apa pun tahapannya, kini seluruh APBDes dan RAPBdes harus diubah untuk kegiatan PKTD dan tanggap Covid-19. PKTD masuk ke bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Contohnya kegiatan pembersihan jalan dan gorong-gorong, pembuatan masker, hand sanitizer, dan disinfektan.

Tanggap Covid-19 tidak sekadar masuk ke bidang bencana yang maksimal diisi 10 persen anggaran. Justru kegiatan-kegiatannya dapat masuk juga ke bidang pembangunan dan pemberdayaan sehingga dapat saja dominan dalam APBDes.

Kegiatan pencegahan mencakup pendirian pos-pos di gerbang masuk desa, penyemprotan ruang publik dengan disinfektan, penyebaran informasi lewat tulisan dan keliling desa, penyiapan ruang isolasi di balai desa, sekolah yang diliburkan, dan tempat ibadah. Kegiatan penanganan meliputi ransum untuk warga yang diisolasi hingga sewa mobil untuk membawa penderita Covid-19 ke rumah sakit darurat ataupun rujukan.

Sukarelawan Covid-19
Berbeda dari PKTD yang digagas pada 2018, kini ditegaskan bahwa komponen upah harus dominan. Bukan hanya minimal 30 persen, tapi di atas 50 persen, bahkan kalau bisa semua komponen kegiatan untuk upah kerja.

Jelaslah, PKTD berfungsi sebagai jaring pengaman sosial. Maka, upah mesti diberikan harian, bukan lagi mingguan. Dilarang menyusun syarat keterampilan bagi pekerja, justru harus disusun kegiatan yang mesti dikerjakan banyak orang miskin, penganggur, bergizi buruk, dan kelompok marjinal lainnya. Ini membuka kesempatan kerja baru bagi golongan terbawah di desa, dan juga para migran yang terpaksa balik ke desa.

Segenap aspek penghidupan desa saat ini terpaut pandemi Covid-19. Karena itu, SE Menteri Desa PDTT No 8/2020 langsung mewajibkan desa membentuk Relawan Desa Lawan Covid-19. Pucuk pimpinan ialah kepala desa, agar struktur ini efektif menjalankan tugasnya. Anggota ialah pengurus lembaga kemasyarakatan desa, bidan desa, pendamping yang tinggal di desa, serta bermitra dengan aparat keamanan setempat.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI--Satgas pencegahan dan antisipasi penyebarluasan Covid-19 di Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jumat (27/03/2020) melakukan penyemprotan disinfektan ke rumah-rumah warga. Mereka memiliki mekanisme pengawasan berjenjang terkait dan menggunakan dana desa untuk penanganan Covid-19.

Sukarelawan tak digaji
Prinsip sukarelawan ialah gotong royong sesama warga. Maka, mereka tak boleh digaji dengan dana desa. Pendanaan dikhususkan bagi operasionalisasi kegiatan pencegahan dan penanganan Covid-19.

Selain bergerak di dalam desa, sukarelawan harus selalu berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 di kabupaten/kota. Sukarelawan mesti memiliki daftar alamat dan nomor telepon puskesmas terdekat, rumah sakit darurat, rumah sakit rujukan, dinas pemberdayaan masyarakat dan desa, dinas kesehatan, hingga badan penanggulangan bencana daerah.

Sukarelawan desa juga dapat langsung menghubungi Kemendesa PDTT untuk meminta informasi hingga melaporkan kemajuan. Dengan demikian, semua kegiatan ini transparan dan akuntabel sehingga menghindari penyelewengan anggaran di lapangan.

Sejak Maret 2020, praktis pusat panggilan Kemendesa PDTT 1500040 dipadati pertanyaan desa perihal Covid-19, teknis revisi APBDes, dan detail pelaksanaan tugas Relawan Desa Lawan Covid-19.

Syukurlah, kesadaran desa segera bangkit.

(Ivanovich Agusta, Sosiolog Pedesaan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi)

Sumber: Kompas, 21 April 2020

No comments:

Post a Comment