Friday, October 25, 2019

Mendampingi Desa Manggapai Asa


KOMPAS/DAHLIA IRAWATI--Suasana Kampoeng Mataraman, salah satu unit usaha BUMDes milik Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, awal September 2019. Desa Panggungharjo kini menjadi salah satu desa terbaik di tingkat nasional dan merupakan percontohan bagi 74.000-an desa di Indonesia.

Ibarat desa adalah anak balita, pendampingan akan mengantarnya tumbuh dan berkembang menuju kemandirian, hingga akhirnya menggapai kesejahteraan. Sayangnya, sampai kini pendampingan belum optimal sehingga persoalan terkait penggunaan dana desa masih terus berulang.


Deputi Bidang Hukum, Penanganan Pengaduan dan Masalah Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Kementerian Desa PDTT Nurahman Joko Wiryanu mengakui, saat ini ada ribuan pengaduan kasus penggunaan dana desa. Selain karena tidak paham penggunaannya, ada pula persoalan penyelewengan. ”Sebenarnya persoalan di desa bisa dikurangi jika pendampingan berjalan baik,” katanya.

Pendampingan tidak berjalan baik karena pendamping tidak dibekali pengetahuan cukup. Setelah dilantik, mereka hanya dilatih lima hari dan selanjutnya diterjunkan ke masyarakat. Dengan kondisi itu, keberhasilan pendampingan turut ditentukan seberapa jauh pendamping itu mampu meningkatkan kemampuannya secara mandiri.

Sujoko (45), misalnya, ditugaskan mendampingi empat desa di Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Hampir setiap hari menghabiskan waktunya bertemu masyarakat desa, menyerap aspirasi dan persoalan di desa, serta memfasilitasi perencanaan pembangunan dan keuangan desa.

Untuk bisa menjalankan tugasnya, ia banyak belajar sendiri agar paham persoalan desa. Ia banyak bertanya kepada sosok yang dianggap memahami persoalan desa, membaca banyak literatur tentang desa, hingga aktif mengikuti diskusi-diskusi soal desa. Dengan pemahaman yang cukup mumpuni soal desa, ia pun dipercaya mendampingi 8 desa lainnya di Wagir. Dengan aktivitas yang demikian padat, Sujoko tetap bersyukur menerima honor kurang dari Rp 2,5 juta per bulan. Sujoko hanya satu dari 40.000-an pendamping desa di Indonesia. Mereka harus mendampingi 74.957 desa.

Di luar kapasitas pribadi pendamping desa, ada persoalan pendampingan yang selama ini cenderung bersifat administrasi pemerintahan. Pendamping lebih mengurusi administrasi ketimbang masyarakat. Mengurusi data. Kalaupun ada pendamping, mereka lebih mendampingi proyek/programnya, ketimbang masyarakat.

”Ini karena seringnya pemerintah membuat program, kemudian masyarakat ’dipaksa’ memenuhi program pemerintah tersebut,” kata peneliti Pusat Studi Perdesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada, Bambang Hudayana.

Di sisi lain, tidak jarang pemerintah desa menolak keberadaan pendamping karena mereka dianggap tidak membantu. Pemerintah Desa Ampeldento, Karangploso, Kabupaten Malang, misalnya, pernah mengusir seorang pendamping yang meminta data kepada perangkat desa tanpa mau mendampingi desa maupun masyarakat.

Pemberdayaan
Perihal pendampingan desa diatur dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 3 Tahun 2015. Di situ diatur ruang lingkup pendampingan desa salah satunya adalah untuk memberdayakan dan menguatkan desa. Tujuan pemberdayaan adalah untuk meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan; serta meningkatkan prakarsa, kesadaran, dan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan.

”Pemberdayaan itu artinya masyarakat tahu apa yang dibutuhkan, apa yang dilakukan untuk mencapainya, dan kalau ada masalah tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasi. Tidak tergantung orang lain, apalagi keputusan ditentukan oleh orang luar,” kata sosiolog Universitas Brawijaya Malang, Anif Fatma Chawa.

Robert Chambers dalam buku Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang menyebutkan, pendampingan berjalan lebih baik jika pendamping menempatkan diri belajar dari bawah. Sepatutnya pendamping duduk bersama masyarakat, mempelajari kemampuan teknis warga dan mengembangkannya.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika menegaskan perlunya reorientasi sistem pendampingan desa. Ia berharap lebih banyak muncul pendampingan organik, yang dikerjasamakan desa dengan perguruan tinggi dan pemberdaya lainnya. Pada saatnya, reorientasi dan penataan ulang pendampingan akan membawa desa untuk menggapai asanya.(Dahlia Irawati)

Sumber: Kompas, 25 Oktober 2019

No comments:

Post a Comment