KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO--Sejumlah orang muda anggota Komunitas Kebumen Desa Digital 2020 memanfaatkan internet sebagai sarana promosi produk UMKM di Desa Tambakprogaten, Kecamatan Klirong, Kebumen, Jawa Tengah, Minggu (6/5/2018). Komunitas ini juga melatih baca-tulis kepada anak-anak di sana.
Promosi dan penjualan barang secara konvensional dinilai kurang efektif lagi sebab jangkauannya masih lokal. Itu sebabnya perlu memanfaatkan jaringan internet.
Gerakan desa digital diinisiasi di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Minggu (6/5/2018). Ini merupakan upaya mendorong pemanfaatan internet untuk mempromosikan aneka potensi ekonomi dan pariwisata di Kebumen. Namun, keterjangkauan internet yang belum merata menjadi tantangan.
”Gerakan ini bertujuan, pertama, orang Kebumen bisa memakai internet. Kedua, orang bisa tahu cara dan teknik berjualan di internet, terutama bagi pelaku UMKM. Ketiga, mendorong orang agar mau berjualan di internet,” kata penggagas Gerakan Kebumen Desa Digital 2020, Wahyu Yoga Pratama.
Dari sekitar 2 juta penduduk di Kebumen, sebanyak 80 persen belum menggunakan internet. Hal itu dipicu keterjangkauan sinyal internet di sebelah selatan Kebumen belum optimal karena berada di kawasan lereng bukit dan pesisir pantai. ”Di Kebumen masih ada desa yang blank spot internet,” ujarnya.
Gerakan yang dirintis sejak 2010 ini, antara lain, telah memberikan pelatihan kepada warga desa, terutama anak muda, untuk melek teknologi, yaitu memakai komputer dan memanfaatkan internet untuk berjualan. ”Ada 200 orang yang sudah mengikuti pelatihan ini,” kata Wahyu.
Selama ini, promosi dan proses jual-beli dilakukan secara konvensional serta jangkauan pemasaran produk UMKM masih di dalam wilayah Kebumen. ”Usaha ini kurang bisa berkembang. Karena itu, perlu pemasaran ke luar Kebumen dan itu bisa diatasi dengan internet,” ujarnya.
Melalui Komunitas Kebumen Desa Digital 2020, ditargetkan pada 2020 sekitar 90 persen warga di Kebumen sudah melek dan terbiasa menggunakan internet, terutama dalam promosi produk UMKM. ”Kami juga menargetkan setiap tahun sedikitnya ada 500 UMKM yang telah mempromosikan produknya di pasar online atau marketplace seperti Tokopedia,” katanya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Kebumen Cokro Aminoto mengatakan, saat ini masih ada empat desa yang blank spot jaringan internet, yaitu Desa Sadang Wetan, Sadang Kulon, Kedung Gong, dan Cangkring di Kecamatan Sadang. Di keempat desa itu baru akan dibangun jaringan oleh operator penyedia layanan komunikasi pada pertengahan Mei dan akhir Juni 2018.
Pelaksana Tugas Bupati Kebumen Yazid Mahfudz menambahkan, beberapa lokasi seperti di Pantai Menganti dan wilayah Adimulyo masih krisis sinyal internet karena belum banyak operator penyedia layanan komunikasi membangun jaringan. ”Untuk mengatasi permasalahan di Menganti dan Adimulyo ini nanti akan saya komunikasikan dengan pihak operator. Tidak hanya Telkomsel, tetapi juga ada XL dan Indosat untuk memasang (jaringan di sana). Saya akan melakukan pendekatan kepada mereka,” papar Yazid.
Muji Rohmatun (25), warga Desa Tambakprogaten, mengaku pernah bekerja di salah satu pabrik elektronik di Cikarang selama 5 tahun, kemudian pulang ke kampung, lalu berjualan baju dan hijab melalui Facebook setahun terakhir. Dengan baju yang dibeli dari Cirebon, Muji bisa menjual kembali melalui internet ke kenalannya di Kebumen, Purwokerto, dan Solo. ”Harganya Rp 80.000 sampai Rp 180.000 per baju. Penjualannya Rp 1 juta-Rp 2 juta,” kata Muji.
Papua dirintis
Di Jayapura, Papua, Badan Ekonomi Kreatif dan lembaga Dicoding Indonesia memulai merintis industri digital di tanah Papua. Upaya tersebut berupa pemberian beasiswa bagi 300 developer aplikasi telepon seluler dan permainan yang berasal dari Papua dan Papua Barat.
Hal ini disampaikan Chief Operating Officer sekaligus pendiri Dicoding Indonesia, Kevin Kurniawan, saat ditemui dalam Bekraf Developer Day di Jayapura, Minggu kemarin. Bekraf Developer Day adalah kegiatan yang menghadirkan pakar dan praktisi aplikasi mobile serta permainan yang berbagi ilmu dan keterampilan kepada developer muda dalam sesi kelas inspirasi dan diskusi.
Kevin mengatakan, pihaknya secara sukarela akan melatih sekitar 300 developer dalam pengembangan aplikasi mobile dan permainan. Pelatihan dilakukan selama 30 hari melalui pemberian materi dan praktik secara daring.
Hal ini untuk menjawab tiga kendala yang selalu dialami developer lokal, yakni akses, kualitas produk, dan ide. ”Pelatihan ini dilaksanakan melalui platform Dicoding Academy. Peserta lulusan terbaik akan mendapatkan beasiswa lanjutan dari kami pada akhir tahun,” kata Kevin.
Ia menuturkan, Dicoding Indonesia berkeinginan agar seluruh sumber daya manusia di semua daerah bersinergi untuk meningkatkan sektor ekonomi kreatif digital yang belum optimal. ”Tahun lalu, keuntungan dari aplikasi permainan saja bisa mencapai Rp 11 triliun. Namun, developer lokal hanya mampu menyerap kurang dari 10 persen dari keuntungan tersebut,” ujarnya.
Ketua Komunitas Developer Open Source Jayapura Rudolf Maturbongs Mbanggu mengakui, selama ini developer aplikasi mobile dan permainan terkesan berjalan sendiri dan tak pernah mendapatkan bantuan modal dari pemerintah daerah setempat. ”Kami juga kesulitan mendapatkan akses pelatihan pembuatan aplikasi dan permainan. Dengan bantuan Bekraf, kami bisa mendapatkan kesempatan tersebut,” ujar Rudolf.--MEGANDIKA WICAKSONO/FABIO M LOPES COSTA
Sumber: Kompas, 7 Mei 2018
No comments:
Post a Comment