Monday, November 13, 2017

Revolusi Bahasa dari Borobudur

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO--Kawasan Desa Bahasa di Dusun Parakan, Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (3/11). Keberadaan tempat pendidikan Bahasa Inggris tersebut membantu masyarakat setempat serta pelajar dari berbagai daerah menguasai bahasa komunikasi internasional.

Bahasa jendela dunia. Adagium ini mendapat peneguhannya lewat perjalanan panjang Desa Bahasa Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Tidak semata menjadikan warga fasih berucap hello, good morning, dan thank you, lebih jauh lagi mereka dibimbing berdaya dan mandiri secara ekonomi.


Saat duduk di bangku SMA, Sadad Al Muzaki (19) sama sekali tak suka pelajaran Bahasa Inggris. Seingatnya, dia kerap tertidur di kelas saat jam pelajaran itu. Setahun belajar di Desa Bahasa Borobudur, kini Sadad menjadi guru bahasa Inggris yang andal.

”Saya pernah mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak, kiai, dan dosen. Mengajar calon profesor juga pernah,” ujar Sadad, ditemui di Desa Bahasa Borobudur, Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Magelang, Kamis (2/11).

Desa Bahasa Borobudur (DBB) merupakan lembaga pendidikan informal bertitik berat pada pengajaran bahasa Inggris. Kegiatannya terpusat di Desa Ngargogondo, sekitar 4 kilometer sebelah tenggara kompleks Candi Borobudur.

Sadad belajar di DBB sejak 2014. Di sana, pemuda asal Wonosobo, Jawa Tengah, itu tak cuma belajar bahasa Inggris, tetapi juga mendalami ilmu agama dan kewirausahaan. Setelah lulus, Sadad melamar sebagai pengajar di DBB dan diterima. ”Saya mulai mengajar dua tahun lalu, tetapi baru setahun ini diangkat jadi pengajar resmi,” ujar Sadad yang juga menjadi desainer grafis di tempat itu.

DBB dirintis seorang warga Desa Ngargogondo, Hani Sutrisno (43). Hani belajar bahasa Inggris dari banyak tempat, termasuk mengikuti kursus di sebuah lembaga pendidikan.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO--Remaja berlatih percakapan dalam Bahasa Inggris di Desa Bahasa, Dusun Parakan, Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (3/11). Keberadaan tempat pendidikan Bahasa Inggris tersebut membantu masyarakat setempat serta pelajar dari berbagai daerah menguasai bahasa komunikasi internasional.

”Namun, kebanyakan metode mengajar yang saya pakai ini hasil belajar secara otodidak karena saya bukan sarjana bahasa Inggris,” kata lulusan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Wates, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, itu.

Hani menceritakan, DBB dirintis sejak 1998 untuk mengajarkan bahasa Inggris secara mudah, cepat, dan menyenangkan. Mulanya, Hani mengajak para pemuda di Desa Ngargogondo belajar bahasa Inggris
secara gratis agar mereka bisa mengembangkan diri dan punya masa depan lebih baik. ”Kebanyakan warga di sini petani tadah hujan. Jadi, saat musim kemarau, cari uang di sini susah sekali. Makanya, saya coba ajak mereka belajar bahasa Inggris,” katanya.

Pernah ditolak, program pendidikan yang digagas Hani akhirnya diterima warga. Namun, tahun 2007, kegiatan pengajaran terhenti karena sejumlah persoalan. ”Salah satunya karena kondisi keuangan saya memburuk karena tidak bisa fokus bekerja mencari uang. Waktu itu, jumlah murid di sini sangat banyak dan semuanya gratis,” kata Hani.

Bangkit lagi
Karena persoalan itu, DBB vakum. Setelah kondisi finansialnya membaik, Hani menghidupkan kembali lembaga itu sejak 2011. Selama vakum, dia terlebih dulu memperkuat bisnisnya agar tetap bisa menghidupi idealisme padepokan bahasanya. ”Saya tidak mau menjadi peminta-minta dan tidak ingin memberatkan warga untuk belajar bahasa Inggris,” ujarnya.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO--Remaja berlatih percakapan dalam Bahasa Inggris di Desa Bahasa, Dusun Parakan, Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (3/11). Keberadaan tempat pendidikan Bahasa Inggris tersebut membantu masyarakat setempat serta pelajar dari berbagai daerah menguasai bahasa komunikasi internasional.

Di Sekolah Bahasa Borobudur diterapkan metode pembelajaran bahasa yang sangat berbeda dengan model lembaga pendidikan formal umumnya. Satu contoh, Hani memanfaatkan gerakan anggota tubuh dan lagu untuk memudahkan para siswa belajar bahasa Inggris. Untuk memahami 16 tenses atau bentuk kata kerja bahasa Inggris, misalnya, digunakan gerakan tangan dan jari.

”Kami enggak pakai papan tulis dan rumus-rumus agar pembelajaran menyenangkan. Prinsipnya, belajar bahasa tanpa banyak mikir,” kata Hani yang telah menulis sembilan buku pendidikan bahasa Inggris.

Keunikan metode itu diakui salah satu peserta pendidikan, Lutfannisa Afif Nabila (22). Menurut Nabila, di DBB, kosakata dan pola kalimat dihafal dalam bentuk nyanyian agar lebih mudah diingat. Nyanyian itu juga diiringi tarian sederhana yang bisa membangkitkan semangat belajar. ”Metode itu yang tidak ditemukan di sekolah,” katanya.

Selama kelas berlangsung, lanjut Nabila, siswa juga ”dipaksa” berbicara bahasa Inggris. Berbagai permainan dilakukan agar kelas tetap interaktif, misalnya dengan mencoretkan pewarna pada pipi siswa yang tak sengaja bicara bahasa daerah atau bahasa Indonesia. Dengan metode semacam itu, pembelajaran berlangsung ringan dan penuh humor sehingga siswa menjadi lebih antusias.

Pemberdayaan
Tidak hanya soal bahasa, DBB, yang kini punya delapan tenaga pengajar, beberapa tahun terakhir juga membuka sejumlah program pembelajaran untuk masyarakat umum. Salah satunya program eduwisata selama enam hari. Dalam program itu, peserta diajak berwisata di Desa Ngargogondo sekaligus belajar bahasa Inggris. ”Mereka kami ajak tour de village (wisata keliling desa), rafting (arung jeram), belajar membuat kerajinan, dan berwisata ke Candi Borobudur,” ujar Hani.

Untuk pembelajaran yang lebih intensif, ada program percakapan bahasa Inggris selama 10 hari. Selain itu, ada program pembelajaran dalam jangka waktu lain, misalnya sebulan atau setahun.

”Yang belajar macam-macam. Pelajar, mahasiswa, dosen, polisi, dan bahkan tentara. Tujuan mereka juga macam-macam, misalnya dosen ingin belajar ke luar negeri, tetapi belum fasih berbahasa Inggris,” ujar Hani.

Yang menarik, program DBB tidak sekadar untuk pendidikan, tetapi juga menyentuh pemberdayaan warga. Melalui program-programnya, DBB turut mendongkrak perekonomian warga Ngargogondo karena para peserta didik biasanya menginap di homestay atau rumah inap milik warga.

Di sisi lain, pengajaran bahasa Inggris itu juga mengangkat taraf hidup sebagian siswanya yang berasal dari keluarga kurang mampu. Setiap tahun, 2.000-2.500 orang belajar di tempat ini. Sebagian lulusannya menjadi guru bahasa Inggris di sejumlah sekolah di Magelang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO--Remaja berlatih percakapan dalam bahasa Inggris di Desa Bahasa Borobudur, Dusun Parakan, Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (3/11). Keberadaan tempat pendidikan bahasa Inggris tersebut membantu masyarakat setempat dan pelajar dari sejumlah daerah menguasai bahasa komunikasi internasional.

Selain membuka program berbayar, Hani juga kerap menggulirkan program pendidikan bahasa Inggris gratis, terutama bagi mereka yang tak mampu secara finansial. Beberapa waktu lalu, ia memberi pelatihan gratis kepada para pelaku wisata di Magelang agar lebih siap menyambut turis asing. Program ini digenjot seiring kebijakan pemerintah memasukkan kawasan Borobudur sebagai ”10 Bali Baru”.

Melalui DBB diharapkan lahir sosok warga berkemampuan teknis sekaligus kecakapan mumpuni menyambut geliat potensi wisata. DBB tak cuma merevolusi pengajaran bahasa Inggris, tetapi juga mendorong ”revolusi” warga melalui bahasa.--HARIS FIRDAUS DAN KARINA ISNA IRAWAN 

Sumber: Kompas, 14 November 2017

No comments:

Post a Comment