Sunday, November 12, 2017

Desa Wisata Menggeliat

Kampung Tematik Mulai Menarik Wisatawan
Program Kampung Tematik di Kota Semarang, Jawa Tengah, terbukti meningkatkan kunjungan wisata ke sejumlah lokasi yang sebelumnya tidak dilirik turis. Pergerakan roda ekonomi di kampung tematik ikut mengurangi kemiskinan.

Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Syamsul Bahri Siregar, Senin (24/7), mengatakan, program Kampung Tematik bertujuan mendorong wilayah kumuh menjadi tempat yang layak agar warganya berkreasi dan mendapat penghasilan. “Kampung yang sebelumnya kumuh bisa berubah. Seperti Kampung Randusari yang kini jadi kampung pelangi setelah rumah-rumah kumuh di lereng Bukit Brintik dicat warna-warni dan menjadi lebih bagus. Kini, banyak orang datang ke kampung pelangi untuk berwisata,” ujar Syamsul.


Sejak dicanangkan dua tahun lalu, sudah terwujud 32 kampung tematik. Pemkot Semarang menyiapkan anggaran Rp 200 juta sebagai dana stimulan bagi warga yang mengubah kampungnya menjadi kampung tematik. Perubahan harus sesuai dengan karakter kampung, misalnya kampung batik, kampung sentra bandeng, kampung hidroponik, kampung industri rumahan, ataupun kampung agro.

Meski gairah warga mulai tumbuh, mereka belum begitu terlibat dalam memperoleh manfaat kunjungan itu. Padahal, ketika kampung tematik terbangun, warga setempat dapat membuka kafe, kerajinan tangan, atau menyajikan kuliner lokal.

KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA--Sawah dan kolam ikan terhampar di kawasan Desa Wisata Kandri, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (24/7). Di desa itu, wisata yang ditawarkan adalah outbound untuk merasakan langsung aktivitas warga desa, seperti bertani, beternak, dan berkebun. Pada 2016, kunjungan ke Desa Wisata Kandri sekitar 5.000 orang.

Menurut Lurah Wonolopo, Kecamatan Mijen, Nujuladin Anto, wilayahnya ditetapkan sebagai Kampung Sehat karena menjadi sentra perajin jamu gendong dengan rempah-rempah seperti jahe merah, kunir, dan tanaman obat lain. Namun, belum ada kafe untuk gerai jamu sehat. Seluruh hasil olahan dipasarkan ke luar sehingga wisatawan belum dapat menikmati jamu seduhan khas kampung jamu.

Kualitas pengelolaan
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Provinsi Jateng Prambudi Trajutrisno menilai, potensi desa yang menawarkan kearifan lokal di sejumlah daerah belum diikuti kualitas pengelolanya. Peningkatan mutu sumber daya manusia melalui pemberdayaan warga menjadi kunci agar desa wisata kian berkembang.

“Mereka masih butuh pendampingan. Pengelolaan dan pengorganisasian desa wisata masih lemah. Melalui pelatihan dan bimbingan teknis, kami dorong mereka, paling tidak, dapat memenuhi konsep dasar wisata Sapta Pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, dan kenangan),” kata Prambudi.

Di Jateng, ada sekitar 400 desa wisata, 147 desa di antaranya sudah ditetapkan lewat surat keputusan (SK). Adapun sejumlah desa wisata yang telah dikelola baik antara lain Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara; Kampung Wayang, Kabupaten Wonogiri; dan Kandri di Kota Semarang.

Selain pemasaran melalui media sosial, Pemprov juga menggelar Festival Desa Wisata Jateng di Mungkid, Kabupaten Magelang, diikuti 35 desa wisata se-Jateng, 24-25 Juli. Lewat festival, kepercayaan diri para pengelola dalam menyuguhkan potensi desanya semakin tumbuh.

Prambudi mengatakan, pihaknya juga berharap banyak perusahaan, baik badan usaha milik negara (BUMN) maupun swasta, dapat membantu pengembangan desa wisata. “APBD sangat terbatas. Dengan bantuan, mereka akan terpancing untuk mengembangkan potensi di desanya,” katanya.

Wakil Ketua Kelompok Sadar Wisata Pandanaran, yang mengelola Desa Wisata Kandri Semarang, MP Wibowo mengatakan, kunci pengembangan desa wisata di antaranya keseriusan dan kemauan warga untuk maju. Ditambah kreativitas serta inovasi, potensi kearifan lokal dapat dioptimalkan. Pada 2016, kunjungan wisatawan ke desa ini mencapai 5.000 orang.

Pengembangan desa wisata juga digalakkan di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Kepala Dinas Pariwisata Sleman Sudarningsih mengatakan, pembinaan desa wisata dioptimalkan pada pembentukan struktur kelembagaan desa wisata. “Kalau pengelolanya berbadan hukum, desa wisata akan lebih mudah menerima bantuan pembinaan,” ujarnya di Sleman. Saat ini, 7 desa wisata di Kabupaten Sleman berstatus mandiri, sedangkan 9 desa wisata berstatus berkembang dan 14 desa wisata baru berstatus tumbuh. (DIM/DIT/WHO)

Sumber: Kompas, 25 Juli 2017

No comments:

Post a Comment