Sunday, November 10, 2019

Muslich, Motor Bisnis ”Homestay” di Desa Ngaran II, Borobudur

KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO--Muslich, penggerak Kampung Homestay Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (16/10/2019).

Seiring kian derasnya aliran turis  ke kawasan Borobudur, usaha penginapan  bermunculan. Namun, persaingan bisnis antar-pemilik penginapan  sempat memicu konflik. Muslich (45) berhasil meredam  konflik  dengan merangkul pemilik penginapan dalam sebuah paguyuban.

Muslich mengisahkan, kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur mulai ramai sekitar tahun 1999-2000. Saat itu, wisatawan yang membutuhkan penginapan (homestay) biasa menggunakan jasa  tukang ojek. Biasanya pemilik penginapan memberikan imbalan sebesar 30 persen dari biaya menginap semalam kepada tukang ojek. Harapannya, mereka akan membawa lebih banyak tamu.


Seiring berjalannya waktu, pada 2015 sudah ada 15  penginapan  dengan kapasitas total 40 kamar di Dusun Ngaran II, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Persaingan di antara penginapan kian ketat. Untuk memenangi persaingan, pemilik penginapan berlomba memberi imbalan lebih besar kepada tukang ojek. ”Ibaratnya saat itu pemilik homestay  saling pendelik-pendelikan (melotot karena benci),” kata Muslich  di rumahnya di Dusun Ngaran II, Rabu (16/10/2019).

Muslich yang saat itu bekerja sebagai karyawan di PT Taman Wisata Candi Borobudur berpikir, persaingan tak sehat itu harus segera dihentikan. Caranya dengan membuat wadah para pemilik penginapan agar mereka bisa berkomunikasi dan bekerja sama. Ia pun  mencoba mengundang para pemilik penginapan untuk duduk bersama.

”Saat itu, ada yang mencibir. Dikiranya nanti (mereka) hanya akan ditarik iuran,” cerita Muslich yang akhirnya  membuka rumahnya untuk dijadikan  penginapan bernama Homestay Zahira.

Ia terus berusaha mengetuk pintu para pemilik penginapan untuk menjelaskan pentingnya wadah bersama. Akhirnya, usaha itu berhasil.  Para pemilik penginapan  bersedia membangun paguyuban bernama Kampung Homestay Borobudur yang diresmikan pada 23 September 2017.

Bergerak bersama
Lewat paguyuban itu, mereka melakukan promosi 78 kamar dari 20 unit penginapan melalui situs dan media sosial. Penjualan kamar pun dilakukan satu pintu melalui situs itu. ”Kami menawarkan kamar dari setiap homestay secara bergiliran supaya semuanya rata mendapatkan tamu,” kata Muslich.

KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO--Muslich berdiri di depan Homestay Zahira di Dusun Ngaran II, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (16/10/2019). Ia sukses mendorong warga untuk membuka rumahnya sebagai tempat penginapan, terutama saat ada acara besar di kawasan Borobudur.

Paguyuban lantas merangkul anak-anak muda untuk menjemput dan mengantarkan tamu menuju penginapan. Mereka juga diminta untuk menggelar acara seni untuk menghibur tamu dan memproduksi  payung kain yang dipasang di setiap rumah penginapan.

Tidak berhenti di situ, Muslich  mendorong lebih banyak warga untuk membuka rumahnya sebagai penginapan terutama jika ada acara besar di Borobudur seperti perayaan Waisak, Borobudur Marathon, libur  Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Bank Jateng pun memberikan dukungan dengan membuatkan plang atau papan nama  untuk rumah-rumah warga yang telah dijadikan penginapan, baik seluruhnya atau sebagian.

Sejauh ini, paguyuban tidak menerapkan standar tertentu untuk kamar penginapan karena akan membebani pemilik rumah. Namun, paguyuban berusaha menginformasikan kepada calon tamu soal kondisi kamar yang ditawarkan. Jika mereka keberatan, mereka bisa memilih penginapan lain.

Setelah usaha penginapan sederhana berkembang di Dusun Ngaran II, warga yang juga pemilik pada akhirnya secara bertahap berusaha memperbaiki rumahnya supaya kian layak dihuni tamu. Ada yang melengkapi fasilitas kamar dengan kamar mandi. Ada pula yang menambah ruangan kecil di belakang rumah utama untuk dipakai pemilik rumah dan keluarganya selama ada tamu.

Hingga saat ini, dari 125 rumah yang ada di Dusun Ngaran II,  terdapat 32 rumah yang dijadikan penginapan  dengan kapasitas kamar yang tersedia berjumlah 129 unit. Biasanya warga menyewakannya per rumah. Satu  rumah dengan 2 kamar disewakan Rp 400.000 semalam. Untuk rumah dengan 3 unit kamar disewakan  Rp 500.000 semalam. Namun, ada juga pemilik rumah yang menyewakan dengan sistem per kamar dengan tarif sekitar Rp 300.000.

Ia mengakui apa yang disediakan oleh pemilik penginapam jauh dari mewah seperti yang ditawarkan hotel dan wisma. Meski demikian, ia yakin keramahtamahan pemilik penginapan memberi nilai lebih untuk tamu. ”Warga setempat punya kearifan lokal yang kuat. Dalam menerima tamu, kami memperhatikan suguh, lungguh, dan gupuh,” kata Muslich.

Suguh artinya adalah suguhan atau hidangan yang disajikan. Lungguh artinya tempat duduk atau dalam hal ini pemilik penginapan akan memberikan tempat atau kamar serta fasilitas terbaik bagi tamunya. Adapun gupuh adalah antusiasme yang tinggi dari pemilik penginapan saat menerima tamu bagaikan menerima kehadiran saudaranya.

Tuan rumah bisa bercerita seperti kehidupan di sekitar candi serta menunjukkan tempat-tempat wisata yang bisa dikunjungi.

”Saat bermalam di homestay, tamu bisa bercengkerama bersama pemilik. Saat itu pula, tuan rumah bisa bercerita seperti  kehidupan di sekitar candi serta menunjukkan tempat-tempat wisata yang bisa dikunjungi,” paparnya.

Muslich hingga sekarang masih terus mendorong warga lainnya  memberdayakan apa saja yang mereka miliki baik tanah maupun rumah untuk usaha. Dengan demikian, warga akan mempertahankan aset yang mereka miliki alih-alih menjualnya kepada investor dari luar dusun.

”Ini upaya kami untuk membentengi diri dari investor supaya kami tidak menjadi penonton di tanah sendiri,” pungkas Muslich.

Dengan memiliki penginapan, warga bisa menikmati manisnya rezeki dari kegiatan pariwisata di kawasan Candi Borobudur.

Muslich
Lahir: Magelang 15 September 1974

Istri: Siti Rokhani

Anak:
Fakhrur Rizal (18)
Zahira Aprilia (8)

Pendidikan:
SD N II Borobudur (1987)
MTs N Borobudur (1990)
SMEA Muhammadiyah Borobudur jurusan Akuntansi (1993)

Pekerjaan: Karyawan di Museum Samudra Raksa Borobudur

MEGANDIKA WICAKSONO

Sumber: Kompas, 11 November 2019

No comments:

Post a Comment