Thursday, August 30, 2018
Inovasi dari Desa Boru Kedang
KOMPAS/AHMAD ARIF--Suasana Desa Boru Kedang, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Minggu (15/7/2018) pagi. Desa di lereng Gunung Ile Lewatobi ini telah menggunakan dana desanya untuk mendukung ekonomi petani, pelestarian lingkungan, hingga meningkatkan literasi masyarakatnya.--Kompas/Ahmad Arif
Dana desa menjadi peluang baru bagi pelestarian lingkungan dan pengembangan pertanian di desa. Desa Boru Kedang di Flores Timur jadi contoh cara mengelola dana desa itu.
Jika Desa Kemuningsari Kidul di Jember, Jawa Timur, memakai dana desanya untuk membangun kantor desa menyaru Istana Negara, Desa Boru Kedang di Flores Timur memilih membantu petani dan melestarikan lingkungan. Desa di lereng Gunung Ile Lewatobi itu juga menyisihkan dana desanya untuk meningkatkan literasi warga.
Tak ada bangunan megah dibangun dengan dana desa di Boru Kedang. Kantor desanya sederhana dengan halaman luas dan di sudutnya ada bangunan bambu dengan bangku-bangku bambu. ”Itu untuk taman bacaan warga,” kata Kepala Desa Boru Kedang, Kecamatan Wulanggitang, Darius Don Boruk.
Darius menganggap literasi bagi anak penting. Ia juga membuat majalah desa diberi nama Koda Nuan, artinya ’petunjuk jalan’. Anak-anak muda dan penyuluh pertanian desa dilatih menulis sebagai wartawannya. ”Baru edisi pertama, tapi saya bercita-cita media ini terus terbit dan mengabarkan pembangunan di desa. Sasarannya tak hanya Boru Kedang, tapi juga desa lain,” katanya.
Selain menulis untuk majalah Koda Nuan, para wartawan desa itu diarahkan untuk mengisi laman desa. Tahun ini, Boru Kedang mengalokasikan dana pengadaan jaringan internet dan laman desa.
Menariknya, Desa Boru Kedang tiap tahun menganggarkan dana desa bagi pelestarian lingkungan. ”Dana itu untuk penghijauan, terutama sekitar mata air. Mata air adalah kekayaan alam kami yang harus dirawat sehingga hutan dan lingkungannya harus dijaga,” katanya.
Dana itu untuk penghijauan, terutama sekitar mata air. Mata air adalah kekayaan alam kami yang harus dirawat sehingga hutan dan lingkungannya harus dijaga.
Desa Boru Kedang dikenal berlimpah air, bahkan menyalurkan air ke desa-desa lain di sekitarnya. Mereka juga menjual kelebihan air bersih dalam kemasan galon yang dikelola badan usaha milik desa (BUMDes). ”Setelah kami buat penghijauan beberapa tahun terakhir, muncul beberapa mata air baru sehingga kami berkelebihan air bersih,” ujar Don Boruk.
Menyadari pentingnya hutan untuk menjaga sumber air mereka, Pemerintah Desa Boru Kedang membuat Peraturan Desa Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pelestarian Lingkungan. Aturan itu mewajibkan warga menjaga hutan, flora dan fauna langka, mata air, dan ekosistem air. ”Sanksinya berupa denda adat. Contohnya, yang tebang pohon di hutan harus ganti tanam 10 pohon dan membiayai upacara adat semua desa,” ucapnya.
Don Boruk mengatakan, pada akhir 2016, lima pemuda desa melanggar aturan ini karena menangkap ikan di sungai dengan racun yang mematikan berbagai jenis ikan, udang, dan belut. ”Kami mendenda mereka membersihkan sungai dan menabur benih ikan, termasuk berudu (anak katak) mati. Satu ekor diganti 10 ekor. Keluarga mereka membiayai upacara adat. Sejak itu tak ada yang berani merusak sungai,” katanya.
KOMPAS/AHMAD ARIF--Kepala Desa Boru Kedang Darius Don Boruk menjadi sosok yang berperan penting mendorong penggunaan dana desa secara lebih produktif. Kompas/Ahmad Arif
Prioritaskan pertanian
Kreativitas Boru Kedang memanfaatkan dana desa Rp 710 juta tahun 2018 tak berhenti di sana. Dana desa jadi peluang memakmurkan warga. ”Karena mayoritas warga ialah petani, prioritas kami adalah pengembangan pertanian,” ujarnya.
Didampingi Oxfam-Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), dan mitra lokal Yayasan Ayu Tani, Pemerintah Desa Boru Kedang memetakan soal petani sebelum menyusun prioritas penggunaan anggaran. Dalam pemetaan awal ini ditemukan masalah petani, yakni kelangkaan pupuk subsidi.
”Hampir tiap musim panen, petani tak mendapat pupuk tepat waktu. Kerap kali pupuk datang sebulan atau dua bulan setelah tanam, bahkan tak datang sama sekali,” kata Don.
Hasil audit sosial tahun 2016 menemukan, lebih dari 60 persen petani di Boru Kedang dan desa tetangganya, Boru, di Kecamatan Wulanggitang, tak menikmati pupuk subsidi. ”Banyak petani belum tahu mereka berhak atas pupuk subsidi,” kata Koordinator KRKP Said Abdullah. Petani tak paham prosedur mendapat pupuk bersubsidi dan penggunaannya.
Padahal, program pupuk subsidi dimulai pemerintah sejak 1970-an. Sejak 2014, anggaran subsidi pupuk rata-rata lebih tinggi 37 persen dibanding dana subsidi nonenergi lain. Anggaran 2015- 2017 Rp 31,3 triliun, Rp 30,1 triliun, dan 2017 Rp 31,2 triliun. Mulai 2008/2009, subsidi juga untuk pupuk organik.
Akhir 2017 Pemerintah Desa Boru Kedang mendirikan BUMDes Tana Bojang yang menyalurkan pupuk subsidi, organik, dan kimia. Menurut Don Boruk, modal awal usaha pupuk Rp 70 juta atau 10 persen dana desa.
Selain melayani petani di Boru Kedang, BUMDes ini menyalurkan pupuk subsidi bagi 10 desa di tiga kecamatan, yakni Wulanggitang, Ile Bura, dan Titehena. ”Total keluarga petani dilayani BUMDes Tana Bojang di tiga kecamatan 1.500 keluarga tani,” kata Direktur Yayasan Ayu Tani, Thomas Uran.
”Dulu kalau ambil pupuk harus ke pengecer di Maumere atau Larantuka, datangnya kerap terlambat. Sering tak dapat barangnya,” kata Imelda Soge (43), anggota Kelompok Tani Apu Taantou, Boru Kedang.
Selain itu, BUMDes Tana Bojang memangkas biaya transportasi pengadaan pupuk. ”Dulu bayar Rp 500.000 sewa angkutan untuk ambil pupuk di Larantuka, kini ambil di desa dengan sepeda motor,” katanya.
Don Boruk meyakini, menjadi penyalur pupuk subsidi buatan industri tak menyejahterakan petani. Ia pun menyiapkan BUMDes Tana Bojang memproduksi pupuk organik. Kotoran ternak jadi bahan baku pupuk organik berlimpah di desa.
Wakil Bupati Flores Timur Agustinus Payung Boli mengatakan, inovasi Boru Kedang memakai dana desanya patut ditiru desa lain. ”Mulai 2019 kami mewajibkan tiap desa menganggarkan dana desa minimal Rp 100 juta bagi pertanian,” katanya.
Di bandingkan desa-desa lain di Flores Timur, Boru Kedang lebih maju. Dari 229 desa di areanya, 79 desa punya BUMDes. Desa-desa lain bisa belajar dari Boru Kedang….--AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 31 Agustus 2018
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment